Beranda » Dota 2 vs League of Legends – MOBA Legendaris Mana yang Paling Seimbang?

Dota 2 vs League of Legends – MOBA Legendaris Mana yang Paling Seimbang?

by Guran Galindra
10K views 8 minutes read
A+A-
Reset

Dalam sejarah industri game, jarang sekali kita menemukan rivalitas se-intens pertarungan antara Dota 2 dan League of Legends (LoL). Sejak lebih dari satu dekade lalu, kedua raksasa Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) ini terus bersaing memperebutkan takhta sebagai game kompetitif terbaik. Perdebatan di antara komunitas keduanya pun tak pernah surut, bahkan sering kali memanas di media sosial. Akan tetapi, jika kita kesampingkan fanatisme buta dan melihat lebih dalam ke aspek teknis, pertanyaan besarnya tetap sama: dari kedua judul ini, mana yang sebenarnya menawarkan gameplay paling seimbang?

Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus membedah filosofi desain yang mereka anut. Pasalnya, Valve dan Riot Games ternyata memiliki pendekatan yang sangat bertolak belakang dalam mendefinisikan kata “seimbang” itu sendiri.

Dota 2: Keseimbangan dalam Kekacauan

Mari kita mulai dengan sudut merah, Dota 2. Banyak gamer sepakat bahwa game keluaran Valve ini memiliki kurva belajar yang sangat curam, ibarat mendaki tebing tanpa tali pengaman. Namun, justru di situlah letak keunikannya.

Pertama-tama, filosofi balancing di Dota 2 sangat terkenal dengan ungkapan: “If everyone is broken, then no one is” (Jika semua karakter terlalu kuat, maka tidak ada yang terlalu kuat). IceFrog, sang jenius misterius di balik pengembangan Dota, cenderung memberikan buff gila-gilaan pada kelebihan setiap hero alih-alih memangkas kekuatan mereka. Misalnya, hero seperti Enigma punya jurus Black Hole yang bisa membalikkan keadaan dalam sekejap, atau Faceless Void yang bisa menghentikan waktu untuk seluruh tim lawan.

Akibatnya, setiap pertandingan di Dota 2 terasa seperti adu strategi tingkat tinggi. Kamu memiliki akses ke seluruh item aktif yang bisa mengubah jalannya permainan secara drastis, seperti Black King Bar untuk kekebalan sihir atau Blink Dagger untuk mobilitas instan. Oleh karena itu, keseimbangan di Dota 2 tidak terletak pada angka statistik semata, melainkan pada kemampuan pemain dalam melakukan counter-play.

Selain itu, fleksibilitas peran atau role di Dota 2 sangatlah cair. Sebuah hero Support bisa saja berubah menjadi Carry yang mematikan jika situasi memungkinkannya. Jadi, soal kedalaman strategi dan kebebasan bermain, game yang satu ini memang sulit dicari tandingannya. Hampir semua hero bisa kamu mainkan di turnamen besar seperti The International, yang menandakan bahwa meta-nya sangat sehat dan terbuka.

League of Legends: Keseimbangan Lewat Struktur dan Refleks

Selanjutnya, kita beralih ke sudut biru, League of Legends. Jika Dota 2 adalah catur 5 dimensi yang rumit, maka LoL adalah pertandingan tinju yang cepat, penuh aksi, dan sangat mengandalkan refleks.

Berbeda dengan pesaingnya, Riot Games menerapkan pendekatan yang lebih terstruktur dan kaku dalam hal balancing. Di LoL, peran setiap pemain sudah ditentukan sejak awal: ada Top, Jungle, Mid, ADC, dan Support. Riot sangat rajin—bahkan mungkin terlalu rajin—mengeluarkan patch untuk memastikan tidak ada Champion (sebutan hero di LoL) yang keluar dari jalur yang sudah mereka tentukan.

Konsekuensinya, gameplay LoL terasa lebih skill-shot oriented. Kemenangan kamu lebih sering ditentukan oleh seberapa jago kamu membidik serangan dan menghindari jurus lawan, bukan sekadar memenangkan strategi drafting. Mekanik ini membuat LoL terasa sangat adil bagi mereka yang memiliki kecepatan tangan tinggi. Kamu jarang akan kalah hanya karena musuh menggunakan satu jurus pamungkas yang tidak masuk akal, karena hampir semua skill di LoL punya celah untuk dihindari.

Di sisi lain, Riot juga menggunakan sistem scaling Ability Power dan Attack Damage yang membuat kekuatan karakter meningkat secara linear dan mudah diprediksi. Hal ini tentu memudahkan pemain baru untuk memahami alur permainan. Namun, bagi sebagian veteran MOBA, pendekatan yang satu ini terkadang terasa sedikit membatasi kreativitas karena pemain dipaksa mengikuti meta yang sedang berlaku saat itu.

Peta dan Objektif: Siapa Lebih Adil?

Kemudian, kita tidak bisa mengabaikan faktor peta permainan. Di Dota 2, peta bersifat asimetris dan penuh dengan interaksi lingkungan. Kamu bisa menghancurkan pohon untuk membuat jalan tikus atau memanfaatkan kontur tanah tinggi (high ground) untuk mendapatkan keuntungan visi. Mekanik ini, ditambah dengan fitur deny (membunuh creep sendiri agar musuh tidak dapat uang), menciptakan lapisan kompleksitas yang membuat “keseimbangan” sangat bergantung pada pengetahuan makro pemain.

Sementara itu, peta di Summoner’s Rift (LoL) cenderung lebih statis dan simetris. Semak-semak (bush) menjadi elemen penting untuk bersembunyi dan melakukan penyergapan. Selain itu, adanya objektif netral seperti Dragon dan Baron Nashor memberikan tujuan yang jelas bagi kedua tim untuk bertarung. Riot mendesain sistem ini agar tim yang tertinggal masih punya kesempatan untuk comeback jika mereka berhasil mencuri objektif tersebut.

Meskipun demikian, banyak pemain merasa sistem snowballing (kondisi di mana tim yang unggul semakin sulit dikalahkan) di LoL terasa lebih sulit dihentikan dibandingkan Dota 2. Di Dota, satu kesalahan kecil dari tim yang unggul di late game bisa berakibat fatal karena durasi respawn yang lama dan tidak adanya Buyback (fitur membeli nyawa kembali) seperti yang ada di Dota.

Kesimpulan: Jadi, Mana yang Lebih Seimbang?

Setelah menimbang berbagai aspek di atas, jawabannya sebenarnya kembali pada preferensi pribadimu dalam mendefinisikan “adil”.

Jika kamu menganggap keseimbangan adalah tentang kesempatan strategis yang setara, di mana setiap hero punya potensi untuk bersinar dan kreativitas adalah kunci kemenangan, maka Dota 2 adalah juaranya. Valve berhasil menciptakan ekosistem di mana “semuanya curang, jadi tidak ada yang curang.”

Sebaliknya, jika kamu melihat keseimbangan sebagai uji keterampilan mekanik murni dan kejelasan peran, di mana kemenangan ditentukan oleh siapa yang lebih cepat dan tepat dalam menekan tombol, maka League of Legends menawarkan pengalaman yang lebih memuaskan.

Pada akhirnya, kedua game ini telah bertahan lebih dari satu dekade karena mereka sukses dengan caranya masing-masing. Jadi, saran terbaik adalah mencoba keduanya. Siapa tahu, kamu justru menemukan bahwa game yang satu ini—entah itu Dota atau LoL—ternyata lebih cocok dengan gaya bermainmu.

Selamat grinding rank dan jangan lupa istirahat!

You may also like

Leave a Comment

* Dengan menggunakan formulir ini, Anda setuju dengan penyimpanan dan penanganan data Anda oleh situs web ini.

Menjadi destinasi terpercaya untuk menemukan inspirasi, informasi, dan solusi terbaik dalam satu platform terpadu. Dengan semangat inovasi dan kemudahan, kami membantu setiap pengguna mengambil keputusan cerdas, cepat, dan tepat. Temukan semua kebutuhan Anda dengan nyaman hanya di YangSatuIni.com. 

pilihan editor

artikel terbaru

@2025 All Right Reserved

by PT. Yang Satu Ini

Home

Home

Home

Home

About Us

Situs web ini menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda. Kami akan menganggap Anda setuju, tetapi Anda dapat memilih untuk tidak ikut serta jika mau. Setuju Selengkapnya